Sejarah Bunga Rafflesia
Bunga Raflesia adalah genus tumbuhan
bunga parasit. Ia ditemukan di hutan hujan Indonesia oleh seorang pemandu
dari Indonesia yang bekerja untuk Dr. Joseph Arnold tahun 1818, dan
dinamai berdasarkan nama Thomas Stamford Raffles, pemimpin ekspedisi itu.
Ia terdiri atas kira-kira 27 spesies (termasuk empat yang belum sepenuhnya
diketahui cirinya seperti yang dikenali oleh Meijer 1997), semua
spesiesnya ditemukan di Asia Tenggara, di semenanjung
Malaya, Kalimantan, Sumatra, dan Filipina. Tumbuhan ini tidak
memiliki batang, daun ataupun akar yang sesungguhnya.
Rafflesia merupakan endoparasit pada
tumbuhan merambat dari genus Tetrastigma (famili Vitaceae),
menyebarkan haustoriumnya yang mirip akar di dalam jaringan tumbuhan
merambat itu. Satu-satunya bagian tumbuhan Rafflesia yang dapat
dilihat di luar tumbuhan inangnya adalah bunga bermahkota lima. Pada
beberapa spesies, seperti Rafflesia arnoldii, diameter bunganya
mungkin lebih dari 100 cm, dan beratnya hingga 10 kg. Bahkan spesies terkecil, Rafflesia
manillana, bunganya berdiameter 20 cm. Rafflesia yang banyak dikenal
masyarakat adalah jenis rafflesia arnoldii. Jenis ini hanya tumbuh di hutan
sumatera bagian selatan, terutama Bengkulu.
Ciri utama yang membedakan rafflesia dengan bunga
bangkai secara awam adalah bentuknya yang melebar (bukan tinggi) dan berwarna
merah. Ketika mekar, bunga ini bisa mencapai diameter sekitar 1 meter dan
tinggi 50 cm. Bunga rafflesia tidak memiliki akar, tangkai, maupun daun.
Bunganya memiliki 5 mahkota. Di dasar bunga yang berbentuk gentong terdapat
benang sari atau putik, tergantung jenis kelamin bunga. keberadaan putik dan
benang sari yang tidak dalam satu rumah membuat prosentase pembuahan yang
dibantu oleh serangga lalat sangat kecil, karena belum tentu dua bunga berbeda
kelamin tumbuh dalam waktu bersamaan di tempat yang berdekatan. Masa
pertumbuhan bunga ini memakan waktu sampai 9 bulan, tetapi masa mekarnya hanya
5-7 hari. Setelah itu rafflesia akan layu dan mati.
Sampai saat ini Rafflesia tidak pernah berhasil
dikembangbiakkan di luar habitat aslinya kecuali raflesia patma yang berhasil
hidup dan mekar di Kebun Raya Bogor dan apabila akar atau pohon inangnya mati,
Raflesia akan ikut mati. Oleh karena itu Raflesia membutuhkan habitat hutan
primer untuk dapat bertahan hidup.
Sedikit informasi, selama 200-an tahun
tumbuh-tumbuhan dari genus Rafflesiaceae sulit diklasifikasikan karena
karakteristik tubuh yang tidak umum. Berdasarkan penelitian DNA oleh para ahli
botani di Universitas Harvard baru-baru ini, rafflesia dimasukkan ke dalam
family Euphorbiaceae, satu keluarga dengan pohon karet dan singkong.
Tapi hal ini masih belum terpublikasi dengan baik.
Beberapa jenis Rafflesia (di Indonesia); Rafflesia
arnoldii (endemik di Sumatra Barat, Bengkulu, dan Aceh), R. borneensis
(Kalimantan), R. cilliata (Kalimantan Timur), R. horsfilldii
(Jawa), R. patma (Nusa Kambangan dan Pangandaran), R. rochussenii
(Jawa Barat), dan R. contleyi (Sumatra bagian timur).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar